Seorang Peri hutan yang bertubuh mungil menyelamatkan sebutir telur. Karya
Elsa Beskow Gambar wanita cantik bersayap oleh Sophie Anderson
Peri adalah adalah istilah yang sering digunakan pada
cerita rakyat,
dongeng,
fiksi untuk menggambarkan mahluk yang memiliki kekuatan gaib yang kadang kala turut campur dalam urusan-urusan
manusia[1][2]. Di Indonesia istilah peri sering digunakan dalam penerjemahan tokoh yang menggambarkan
elf atau
fairy (istilah dalam
bahasa Inggris) dalam cerita fiksi maupun dongeng-dongeng dari
Eropa. Pada kisah fiksi modern karakter Peri sering dipinjam dari versi aslinya dan digunakan dalam kisah fiksi fantasi masa kini dengan berbagai variasi penggambaran tergantung oleh penulis atau penciptanya.
Asal-usul nama
Di
Inggris awalnya nama peri berasal dari kata
elvish sejak sebelum tahun 1000 M
[1] yang berarti bangsa peri. Dalam cerita-cerita rakyat mahluk gaib ini adalah ras yang sakti. Menurut akar kata
Indo-Eropa kemungkinan namanya berasal dari
albiz yang walaupun asal-usulnya tidak diketahui, merupakan kata turunan dari
albho yang berarti "putih". Kata-kata inipun menjadi populer diantara orang kulit putih sehingga kini, di zaman modern, masih bisa ditemui keberadaannya sebagai nama panggilan dan nama keluarga seperti Ælfræd "Penasehat-peri" (Alfred), Ælfwine "Teman-peri" (Alvin), Ælfric "Pemerintah peri" (Eldridge), dan juga nama-nama wanita seperti Ælfflæd "kecantikan-peri"
[3] . Nama peri juga dikaitkan dengan rambut yang saling terkait yang dipercaya membawa ketidak-beruntungan apabila kaitan tersebut dilepaskan
[4].
Penggambaran Peri
Wujud dan penampakan
Peri sering diceritakan memiliki bentuk mirip dengan manusia
[1], seringkali juga dipercaya merupakan perupaan roh atau jin yang menjelma sebagai perempuan cantik yang senang mengganggu
[5][6]. Di Eropa (Inggris) sekitar tahun 1592 oleh Shakespeare peri digambarkan sebagai siluman (
sprite) atau menjelma sebagai wanita cantik bersayap (
fairy)
[1][2][3], di negara-negara
Skandinavia dan menurut cerita-cerita kuno dari Eropa Utara penamaan peri juga diberikan pada mahluk-mahluk halus yang digambarkan sebagai mahluk metafisik, gaib atau jelmaan dari alam.
Peri juga sering diidentifikasikan sebagai
mahluk-mahluk mitologis. Dalam penggambarannya cerita-cerita rakyat yang menggunakan istilah "peri" seringkali berbeda definisi tentang apa itu peri, di satu pihak nama ini seringkali dihubungkan dengan mahluk gaib seperti siluman namun pada kali lain peri digambarkan sebagai mahluk yang lebih nyata.
Wujud dan penampakan peri ini bermacam-macam, kali waktu digambarkan bahwa mereka memiliki tinggi seperti rata-rata manusia biasa dan kali lain digambarkan bahwa mereka ini berupa mahluk-mahluk kecil. Di Eropa peri dalam wujud "besar" dipercaya telah "dibicarakan" sejak sebelum tahun 1000 M
[1], sedangkan wujud "kecil"nya mengikuti kemudian dengan membentuk rupanya sendiri berupa mahluk kecil baik yang bersayap maupun tidak, dan dipercaya muncul pada sekitar tahun 1250 - 1300M sebagai istilah turunan (dari bahasa Swedia
alf,
elfva)
[1] yang kemudian diterjemahkan sebagai
fairy (Inggris) yang berarti mahluk yang menyerupai manusia kecil
[2]. Kadang peri digambarkan memiliki telinga panjang dan lancip, dan memiliki rambut yang panjang. Peri juga seringkali digambarkan dapat berubah wujud, atau mengambil wujud wanita cantik yang tiba-tiba bisa menghilang
[7].
Peri baik dan peri jahat
Peri dapat digambarkan sebagai baik (membantu manusia) atau jahat. Dalam kisah dongeng dan cerita cinta peri digambarkan sering muncul sebagai mahluk penolong, mungkin cerita yang paling terkenal dalam penggambaran peri adalah cerita
Cinderella yang pada saat kesulitan dibantu oleh ibu peri, ada juga cerita ikan mas
[8] dari Jawa Barat yang tengah membantu anak baik hati yang sedang kesulitan, peri dapat mengambil perwujudan binatang seperti lutung saat menampakan diri pada Putri Purbasari
[9]. Peri lain yang digambarkan baik hati adalah peri rumah yang tinggal bersama manusia. Dalam kisah "Tukang Sepatu dan Peri-Peri Kecil", kehidupan keluarga tukang sepatu terangkat karena dibantu pengerjaan sepatunya oleh peri-peri kecil yang keluar pada malam hari dan membuat sepatu. Pada kisah lain di Devon, seluruh desa dapat bermalas-malasan karena pekerjaan penjahit, tukang roti, hingga pembuat anggur dikerjakan oleh peri-peri kecil ini
[10]. Namun tidak semua peri rumah digambarkan keluar pada malam hari, ada juga peri rumah yang keluar pada siang hari. Dalam salah satu kisah anak-anak dunia
Childcraft, penulis Swedia menggambarkan peri rumah kecil yang keluar dari pintu kecilnya dan dengan kekuatan gaibnya mengecilkan tubuh anak penghuni rumah, yang kesepian karena ditinggal orang tuanya bekerja, untuk ikut bermain bersamanya
[11].
Sementara peri jahat digambarkan sebagai penyebab tersesatnya seseorang dalam perjalanannya
[1]. Peri juga seringkali digambarkan sebagai nakal (jahil dan iseng), entah kenakalan yang membawa kebaikan ataupun keburukan. Di Eropa anak kecil yang nakal dan sulit dikendalikan seringkali digambarkan sebagai "persis seperti peri kecil"
[1]. Pada cerita dongeng
Peter Pan peri kecilnya
Tinkerbell digambarkan sebagai tokoh yang baik kepada Peter Pan dan jahat kepada Wendy karena cemburu.
Tempat tinggal
Penggambaran asal-usul peri seringkali dihubungkan dengan sejenis/ kelas mahluk gaib seperti siluman, yang seringkali berasal dari daerah-daerah pegunungan
[1]. Namun dalam perkembangannya peri digambarkan sebagai mahluk kecil yang dapat tidur diatas bunga, tinggal di hutan dan menjaga pohon-pohon sehingga disebut
peri hutan, ataupun tinggal di dalam rumah bersama dengan manusia seperti tokoh
peri rumah yang digambarkan dalam kisah Harry Potter.
Dalam legenda
Ciri umum dari peri adalah kemampuannya dalam menggunakan sihir untuk mengubah wujud.
Emas peri sangat tidak bisa diandalkan, karena dia berwujud emas ketika digunakan sebagai pembayaran namun kemudian berubah menjadi
daun, semak, kue, dan berbagai benda tak berguna lainnya.
[12]
Ada juga legenda mengenai pemakaman peri.
William Blake mengklaim pernah menyaksikannya.
Allan Cunningham dalam bukunya,
Lives of Eminent British Painters, mencatat klaim William Blake tersebut. Diceritakan bahwa Blake suatu malam di kebunnya melihat makhluk-makhluk seukuran
belalang dengan warna hijau dan abu-abu, meletakkan sesosok tubuh di sebuah daun mawar dan menguburnya dengan nyanyian.
Peri kadang-kadang dipercaya sebagai makhluk yang usil pada manusia. Mereka membuat kusut rambut orang yang sedang tidur, mencuri benda-benda kecil, dan menyesatkan peneglana.
Tuberkulosis juga kadang-kadang disebut disebabkan oleh peri, yang memaksa pria dan wanita muda untuk menari setiap malam.
[13] Hewan (sapi, babi, bebek, dll) yang ditunggangi oleh peri bisa mengalami kelumpuhan atau menderita penyakit misterius.
Penculikan
Dalam banyak legenda, peri diceritakan sering menculik bayi (dan meletakkan
changeling sebagai gantinya), pria muda dan wanita muda. Penculikan ini bisa terjadi sementara waktu atau bisa juga selamanya. Dalam Balada dari abad ke-19, "
Lady Isabel and the Elf-Knight", diceritakan bahwa Isabel dibawa pergi oleh ksatria peri. Untuk menyelamatkan dirinya, Isabel membunuh sang ksatria peri.
[14] Sementara balada "
Tam Lin" menceritakan tentang Tam Lin yang hidup di antara para peri padahal dia adalah seorang "ksatria bumi".
[14] Dalam puisi
Sir Orfeo, diceritakan bahwa istri Sir Orfeo diculik oleh raja peri. Sementara puisi
Thomas the Rhymer bercerita tentang Thomas yang harus menghabiskan tujuh tahun di dunia peri sebelum berhasil kembali ke dunia manusia.
[15] Sedangkan dalam cerita
Oisín, tokoh utamanya diculik dan berada di dunia peri, ketika dia berniat kembali, ternyata di dunia manusia waktu telah berjalan selama tiga abad.
[16]
Cukup banyak kisah mengenai peri dan
changeling, yaitu sesosok makhluk yang dtinggalkan oleh peri sebagai pengganti atas anak manusia yang merek culik.
[17] Orang dewasa juga bisa diculik oleh peri; seorang perempuan yang baru saja melahirkan biasanya rawan diculik peri.
[18] Dalam beberapa cerita, seseorang bisa diculik peri jika memakan makanan peri, seperti
Persefone dan
Hades. Sementara keadaan orang diculik peri berbeda-beda menurut beberapa kisah, beberapa menceritakan bahwa tawanan peri hidup bahagia sementara beberapa yang lainnya selalu merindukan kerabat lama mereka.
[19]
Klasifikasi
Dalam
cerita rakyat Skotlandia, peri dibagi menjadi
Seelie Court, yaitu peri yang menguntungkan namun bisa berbahaya, dan
Unseelie Court, peri yang jahat. Peri dari golongan Unseelie court sering mencari hiburan dengan cara melakukan sesuatu yang membahayakan bagi manusia.
[20]
Pasukan peri merujuk pada para peri yang muncul dalam kelompok dan mungkin mendirikan pemukiman. Dengan definisi ini,
peri biasanya dipahami dengan makna yang lebih luas, karena istilah ini juga bisa meliputi berbagai makhluk mistis yang terutama berasal dari
Keltik; namun istilah ini bisa juga digunakan untuk menyebut makhluk yang serupa, msialnya
Kurcaci atau
Elf dari
cerita rakyat Jerman. Lawannya adalah peri soliter, yakni peri tidak berhubungan dengan peri lainnya.
[21]
Perlindungan
Ada beberapa benda yang dipercaya dapat menghindarkan dari gangguan peri. Yang paling terkenal adalah
besi dingin sementara cara yang lainnya dianggap mengganggu bagi peri: memakai pakaian terbalik, mengalirkan air, bel (terutama bel gereja), tanaman
St. John's wort, dan
semanggi berdaun empat. Ada juga cerita yang saling bertentangan, seperti msialnya pohon Rowan yang dalam beberapa cerita adalah sakral untuk peri sementara dalam cerita lainnya merupakan benda perlindungan melawan peri. Dalam cerita rakyat
Newfoundland, benda pelindung yang paling populer adalah roti. Roti diasosiasikan dengan rumah dan perapian, juga dengan industri dan pengendalian alam, sehingga kemudian dipercaya bahwa roti tidak disukai oleh peri.
[22]
“ | ....dan oleh karena itu merupakan sebuah simbol kehidupan, roti adalah salah satu pelindung paling umum dalam menghadapi peri. Sebelum pergi menuju tempat yang dihuni peri, adalah biasa untuk menyiapkan roti kering dalam kantung. | ” |
—Briggs (1976) hlm. 4 |
Dalam sastra
Peri muncul dalam
Roman abad pertengahan sebagai makhluk yang mungkin ditemui oleh
ksatria pengelana. Peri wanita muncul di hadapan
Sir Launfal dan meminta cintanya. Istri
Sir Orfeo dibawa oleh Raja peri.
Huon dari Bordeaux ditolong oleh
Oberon raja peri.
[24] Seiring berjalannya
abad pertengahan, tokoh-tokoh peri ini berubah menjadi penyihir dan dukun.
[25] Morgan le Fay, yang dari namanya memiliki kaitan dengan dunia peri, dalam
Le Morte d'Arthur adalah seorang wanita yang memiliki kekuatan gaib.
[26] Meskipun perannya menurun, tokoh peri tidak pernah hilang, di antaranya ada cerita peri
Sir Gawain and the Green Knight.
[25] Edmund Spenser menampilkan peri dalam
The Faerie Queene.
[27] Dalam banyak cerita fiksi, peri sering dicampuradukkan dengan
nimfa;
[28] Sementara dalam karya lainnya, (contohnya
Lamia), peri dianggap menggantikan peran makhluk dari masa klasik. Penyair dan biarawan abad ke-15
John Lydgate menulis bahwa
Raja Arthur dimahkotai di "tanah peri", dan mayatnya diambil oleh empat ratu peri ke
Avalon, tempat mayatnya berbaring d bawah "bukit peri", sampai dia dibutuhkan lagi.
[29]
Study for The Quarrel of Oberon and Titania oleh
Noel Paton: fairies in Shakespeare
Peri tampil sebagai tokoh penting dalam
A Midsummer's Night Dream karya
William Shakespeare, yang berlatar di daerah berhutan dan
Fairyland, di bawah cahaya bulan,
[30] dan gangguan alam yang disebabkan oleh perselisihan para peri menciptakan ketegangan yang mendasari plot dan menunjukkan tindakan karakter.
Sastrawan yang sezaman dengan Shakespeare,
Michael Drayton, menampilkan peri dalam ceritanya,
Nimphidia. Peri juga muncul dalam
The Rape of the Lock karangan
Alexander Pope.
Madame d'Aulnoy menciptakan istilah
contes de fée ("kisah peri", di
Indonesia dikenal sebagai
dongeng).
[31] Pada pertengahan 1600-an, muncul gaya sastra yang disebut
précieuses, sementara kisah-kisah yang diceritakan dengan
précieuses meliputi banyak peri, peri kurang umum di negara lain;
Grimm bersaudara memasukkan peri dalam edisi pertama cerita mereka, namun mereka berpendapat bahwa peri bukan asli dari
Jerman sehingga mereka mengubahnya pada edisi kedua dengan mengganti tiap kata "Fee" (peri) dengan ahli sihir atau wanita bijak.
[32] J. R. R. Tolkien menjelaskan bahwa kisah-kisah ini seperti ini berlatar di negeri peri.
[33]
Peri dalam sastra memperoleh nyawa baru dengan munculnya
Romantisisme. Penulis seperti
Sir Walter Scott dan
James Hogg terinspirasi oleh cerita rakyat yang menampilkan peri, misalnya
Balada Border. Pada masa ini, cerita peri mengalami peningkatan.
[34] Periode ini juga ditandai dengan bangkitnya kembali tema-tema fantasi lama, seperti buku-buku
Narnia karangan
C.S. Lewis, yang menampilkan berbagai makhluk kuno seperti
faun dan
driad, dan mencampurkan mereka dengan
wanita tua,
raksasa, dan berbagai makhluk dari cerita rakyat.
[35] Peri bunga dari masa Victoria dipopulerkan sebagian oleh
Queen Mary, serta oleh penyair dan ilustrator Britania
Cicely Mary Barker yang menulis delapan buku yang diterbitkan pada 1923 sampai 1948. Semakin lama, peri digambarkan semakin cantik dan ukurannya semakin kecil.
[36] Andrew Lang, mengeluhkan tentang "para peri kebun dan bunga apel" dalam kata pengantar
The Lilac Fairy Book, dia berpendapat bahwa "Peri-peri ini mencoba melucu dan gagal, atau mereka mencoba menggurui dan berhasil."
[37]
Peri muncul dalam cerita
Peter and Wendy karangan
J. M. Barrie yang diterbitkan pada 1911. Dalam novel tersebut, tokoh peri yang bernama
Tinker Bell cukup populer dan menjadi ikon bahkan sampai sekarang.
[38]
Dalam seni
Penggambaran peri banyak muncul sebagai ilustrasi, misalnya dalam buku
dongeneg dan
seni patung. Beberapa seniman terkenal akan penggambqran mereka tentang peri, termasuk di antaranya adalah
Cicely Mary Barker,
Arthur Rackham,
Brian Froud,
Alan Lee,
Amy Brown,
David Delamare,
Meredith Dillman,
Jasmine Becket-Griffith,
Warwick Goble,
Kylie InGold,
Ida Rentoul Outhwaite,
Myrea Pettit,
Florence Harrison,
Suza Scalora,
[39] Nene Thomas,
Gustave Doré,
Rebecca Guay dan
Greta James.
Era Victoria khususnya memiliki kekhasan dalam lukisan perinya. Pelukis
Richard Dadd dari masa Victoria membuat lukisan peri dengan kesan sinis. Seniman lainnya yang menggambarkan peri adalah
John Atkinson Grimshaw,
Joseph Noel Paton,
John Anster Fitzgerald dan
Daniel Maclise.
[40] Sedangkan pada masa
Renaisans, daya tarik pada peri terutama dipicu oleh penerbitan foto-foto
Peri Cottingley pada tahun 1917 dan sejumlah seniman juga melukis peri.